Rabu, 27 April 2011

URAIAN MATERI KEPEMIMPINAN DAN MANAJEMEN ORGANISASI

0 comments
Kepemimpinan
Kepemimpinan (leadership) telah didefinisikan dengan berbagai cara yang berbeda oleh berbagai orang yang berbeda pula. Menurut Stoner, Kepemimpinan dapat didefinisikan sebagai suatu proses pengarahan dan pemberian pengaruh pada kegiatan-kegiatan dari sekelompok anggota yang saling berhubungan tugasnya.

Ada tiga implikasi penting dari definisi tersebut :
Pertama, Kepemimpinan menyangkut orang lain – bawahan atau pengikut. Kesediaan mereka untuk menerima pengarahan dari pemimpin, para anggota kelompok membantu menentukan status / kedudukan pemimpin dan membuat proses kepemimpinan dapat berjalan. Tanpa bawahan, semua kualitas kepemimpinan seorang mmanajer akan menjadi tidak relevan.
Kedua, Kepemimpinan menyangkut suatu pembagian kekuasaan yang tidak seimbang diantara para pemimpin dan anggota kelompok. Para pemimpin mempunyai wewenang untuk mengarahkan berbagai kegiatan para anggota kelompok, tetapi para anggota kelompok tidak dapat mengarahkan kegiatankegiatan pemimpin secara langsung, meskip[un dapat juga melalui sejumlah cara secara tidak langsung.
Ketiga, Selain dapat memberikan pengarahan kepada para bawahan atau pengikut, pemimpin dapat juga mempergunakan pengaruh. Dengan kata lain, para pemimpin tidak hanya dapat memerintah bawahan apa yang harus dilakukan tetapi juga dapat mempengaruhi bagaimana bawahan melaksanakan perintahnya. Sebagai contoh, seorang manajer dapat mengarahkan seorang bawahan untuk melaksanakan suatu tugas tertentu, tetapi dia dapat juga mempengaruhi bawahan dalam menentukan cara bagaimana tugas itu
dilaksanakan dengan tepat.
Continue reading →

URAIAN MATERI MISSION HMI

0 comments

Pengantar
Mission merupakan tugas dan tanggung jawab yang diemban, sehingga mission HMI dapat diartikan sebagai tugas dan tanggung jawab yang diemban oleh kader HMI. Sebagai organisasi kader yang memiliki platform yang jelas, sejak awal berdirinya HMI mempunyai komitmen asasi yang disebut dengan dua komitmen asasi, yakni (1) Mempertahankan negara Republik Indonesia dan mempertinggi derajat bangsa Indonesia, yang dikenal dengan komitmen kebangsaan, dan (2) Menegakkan dan mengembangkan ajaran Islam, yang dikenal dengan wawasan keislaman/keumatan.

Kesatuan dari kedua wawasan ini disebut dengan wawasan integralistik, yakni cara pandang yang utuh melihat bangsa Indonesia terhadap tugas dan tanggung jawab yang harus dilakukan sebagai warga negara dan umat Islam Indonesia. Penerjemahan komitmen HMI ini disesuaikan dengan konteks jaman, sehingga HMI selalu aktual dan mampu tampil di garda terdepan dalam setiap even.

Bila dicermati belakangan ini bisa dikatakan bahwa HMI mengalami stagnasi, untuk tidak dikatakan degradasi. Hampir tidak ada gagasan cerdas yang disumbangkan oleh HMI di tengah carut marut dan tunggang langgangnya tatanan republik ini, dimana masalah disintegrasi perlu segera diatasi, masalah ekonomi mendesak untuk segera diperbaiki, masalah supremasi hukum yang harus ditegakkan, masalah pendidikan mendesak untuk diperhatikan, dan masalah-masalah lain yang melingkari, seperti budaya, pertahanan keamanan, yang kesemuanya membutuhkan penanganan secepatnya. Singkatnya, Indonesia sekarang sedang diterma krisis multi dimensional. Di tengah kondisi ini, komitmen HMI tidak lebih dari sebatas slogan tanpa jiwa.
Oleh sebab itu untuk mendongkrak kembali ghirah kader HMI dalam berperan serta untuk penyelesaian problematika bangsa dan umat perlu adanya reaktualisasi mission HMI dalam jiwa kader HMI melalui proses perkaderan yang selama ini perjalanannya tidak lebih hanya sebagai proses pencapaian status dengan meninggalkan makna sesungguhnya, yaitu sebagai proses pembentukan kader yang memiliki karakter, nilai dan kemampuan, yang berusaha melakukan transformasi watak dan kepribadian seorang muslim yang utuh (kaffah), sehingga kader HMI memiliki keberpihakan yang jelas terhadap kaum tertindas (mustad’afin) dan melawan kaum penindas (mustakbirin).

HMI sebagai organisasi berbasis mahasiswa yang merupakan kaum intelektual, generasi kritis, dan memiliki profesionalisme harus mampu menjadi agen pembaharu di tengah masyarakat dan kehidupan bangsa. Karena mahasiswa memiliki kekuatan yang luar biasa dalam tatanan kehidupan bangsa dan negara, maka seluruh gerak perubahan yang terjadi di bangsa ini dimotori oleh kelompok mahasiswa dan pemuda, mulai dari proklamasi, revolusi, hingga reformasi, selalu ada andil mahasiswa. Namun demikian arah perubahan harus sesuai dengan usaha untuk mewujudkan masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT sebagaimana termaktub dalam penggalan tujuan HMI.

Dalam perjalanannaya, gerakan mahasiswa begitu dimanis, mengikuti perkembangan jaman dan selalu eksis dalam setiap momen penting kebangsaan. Kekonsistenan itu harus diiringi oleh pegangan yang teguh terhadap idealisme dan menjaga sikap hanif sehingga kehadiran mahasiswa sebagai kaum intelektual yang dalam tatanan sosial masyarakat mendapat tempat yang penting sebagai embun penyejuk. Untuk itulah HMI sebagai organisasi mahasiswa harus mampu menetaskan kader-kader yang berkualitas insan cita sebagaimana yang tersurat dalam tujuan HMI “Terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan islam, dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT” (pasal 4 AD HMI).

Continue reading →

URAIAN MATERI NILAI-NILAI DASAR PERJUANGAN (NDP) HMI

4 comments
1. Sejarah Perumusan NDP

Sampai pada fase perjuangan HMI dalam transisi orde lama dan orde baru, pedoman perjuangan HMI yang mendasar dan sistematis belum ada, setelah fase berikutnya baru disusun Nilai Dasar Perjuangan HMI, yang pada Kongres XVI HMI di Padang tahun 1986 pernah berubah nama menjadi Nilai Identitas Kader (NIK), pada dasarnya tidak ada perubahan atas isi dari NDP. Perubahan ini didasari atas pertimbangan politik setelah keluarnya UU No.5 tahun 1985 yang menyatakan bahwa Pancasila satu-satunya azas organisasi kemasyarakatan. Pada Kongres XXII HMI di Jambi tahun 1999 nama NIK kembali ditukar menjadi NDP, seirama dengan pertukaran azas organisasi.

Kelahiran NDP dilatarbelakangi oleh :

1.

Keadaan negara

Bangsa Indonesia sekitar 1966-1968 tengah mengalami perbaikan dari segi infra struktur maupun supra struktur, karena bangsa Indonesia baru dilanda badai pengkhianatan PKI.

2.

Keadaan umat Islam

Nurkholis Madjid dalam buku HMI Menjawab Tantangan Jaman mengungkapkan bahwa muslim Indonesia adalah termasuk yang paling sedikit ter”Arab”kan. Di Indonesia pemahaman Islam masih dangkal, sehingga masih ada persoalan bagaimana menghayati nilai-nilai Islam itu sendiri.

3.

Antek-antek PKI mempunyai pedoman yang baik

Untuk memberikan pemahaman tentang kekomunisan, para kader PKI di masa jayanya (1960-an) mempunyai buku saku yang bisa dibaca dimanapun dan kapanpun. Melihat keadaan ini timbul keinginan Cak Nur untuk menyusun dasar-dasar nilai Islam melalui kerangka sistematis yang kemudia beliau beri nama NDI (Nilai Dasar Islam) dengan tujuan NDI ini mampu berfungsi sebagai pemahaman global tentang ajaran Islam.

4.

Literatur yang tersedia belum memuaskan

Pada waktu itu para kader HMI masih jarang sekali menuangkan ide keislaman mereka dalam bentuk tulisan, salah satu penyebabnya adalah kesibukan melawan PKI secara fisik.


Pada masa kepengurusan Nurkholis Madjid, HMI berusaha membuat pedoman perjuangan dan pada Kongres X HMI di Palembang tahun 1971, ditetapkan menjadi Nilai Dasar Perjuangan (NDP), yang berasal dari naskah NDI yang disampaikan Cak Nur dalam Kongres IX HMI di Malang tahun 1969 yang selanjutnya kongres menugaskan kepada Nurkholis Madjid, Sakib Mahmud, dan Endang Saifudin Anshari (alm.) untuk menyempurnakannya. Pemilihan nama NDP sendiri memiliki alasan, yaitu (1) Nama NDI terlalu mengklaim Islam yang bahkan akan mempersimpit ajaran Islam iru sendiri, (2) Terinspirasi oleh buku “Perjuangan Kita”-nya Syahrir.


Ahmad Wahib dalam buku harian yang kemudian diterbitkan menjadi buku oleh Johan Effendi dengan tajuk “Pergolakan Pemikiran Islam” yang dianggap controversial, menuliskan bahwa perumusan NDI tersebut dipengaruhi oleh perjalanan Nurkholis Madjid ke universitas-universitas di Amerika atas undangan pemerintah Amerika pada tahun 1968. Hal ini dibantah oleh Cak Nur dalam buku HMI Menjawab Tantangan Jaman, bahwa sebenarnya perjalanan ke Amerika tidak berpengaruh banyak terhadap dirinya, karena selain perjalanan ke Amerika, Cak Nur juga melanjutkan lawatan ke Timur Tengah dengan menggunakan sisa uang saku yang dihematnya waktu di Amerika. Di Timur Tengah perjalanan dimulai dari Damaskus, Kuwait, Saudi Arabia, Turki, Lebanon, dan terakhir Mesir. Dalam perjalanan di Timur Tengah inilah untuk pertama kalinya Cak Nur bertemu Gus Dur, padahal mereka satu kampung. Di Riyadh Cak Nur bertemu dengan Dr. Farid Mustafa dan mendapat banyak hal darinya. Selama di Timur Tengah Cak Nur sering mengadakan diskusi kritis tentang berbagai hal keislaman.

Sepulang Cak Nur dari menunaikan ibadah haji atas undangan Menteri Pendidikan Arab Saudi (Syekh hasan bin Abdullah Ali) sekitar bulan April 1969, keinginannya untuk menulis NDI makin menggebu-gebu.
Continue reading →

URAIAN MATERI SEJARAH PERJUANGAN HMI

0 comments
PENGANTAR ILMU SEJARAH

Pengertian

Sejarah adalah suatu kebetulan terjadi di masa yang telah lalu dan benar-benar terjadi, dan kebetulan pula dicatat, biasanya kebenaran sejarah didukung buktibukti yang membenarkan peristiwa itu benar-benar terjadi. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, ilmu sejarah adalah suatu pengetahuan atau uraian mengenai peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian yang benar-benar terjadi di masa lampau. Dari pengertian atau definisi di atas maka dapatlah dibedakan antara sejarah dan ilmu sejarah, sejarah adalah kejadian atau peristiwanya, sedangkan ilmu sejarah adalah ilmu yang mempelajari kejadian atau peristiwa tersebut.


Manfaat dan Kegunaan Mempelajari Ilmu Sejarah

Manfaat dan kegunaan yang dapat diambil dari kejadian yang telah lampau adalah pengetahuan tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi pada saat itu, dan dengan mempelajari maka dapat diambil hikmah/pelajaran dari peristiwa tersebut. Pada peristiwa yang terjadi dapat dianalisis kelebihan dan kekurangan yang ada dari peristiwa itu, dan pengetahuan tersebut dapat meningkatkan kehati-hatian dalam mengambil keputusan pada masa saat ini dengan mempertimbangkan prinsip nilai yang terjadi di masa lalu, karena pada dasarnya peristiwa masa lalu linear dengan masa saat ini dan yang akan datang.
Continue reading →
Selasa, 26 April 2011

SAMPLING

0 comments
POPULASI DAN SAMPEL
A. Pengertian
Terdapat perbedaan yang mendasar dalam pengertian antara pengertian "populasi dan sampel" dalam penelitian kuantitatif dan kualitatif. Dalam penelitian kuantitatif, populasi diartikan sebagai wilayah generalisasi yang terdiri atas : obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang di tetapkan oleh peneliti untuk di pelajaridan kemudian di tarik kesimpulannya. Sedangkan sampel adalah sebagian dari populasi itu. Dalam penelitian kualitatif tidak menggunakan istilah populasi, tetapi oleh Spradley dinamakan "social situation" atau situasi sosial yang terdiri atas tiga elemen yaitu : tempat (place), pelaku (actors), dan aktivitas (activity) yang berinteraksi secara sinergis. Situasi sosial tersebut, dapat dinyatakan sebagai obyek penelitian yang ingin di fahami lebih mendalam "apa yang terjadi" di dalamnya. Tapi sebenarnya obyek penelitian kualitatif, juga buakan semata-mata situasi sosial yang terdiri atas tiga elemen tersebut, tetapi bisa juga berupa peristiwa alam,
Place/tempat
Continue reading →
Minggu, 10 April 2011

DJAWARA: Hadits Tentang Sholat

0 comments
Continue reading →

TINJAUAN FILOSOFIS TENTANG TUJUAN PENDIDIKAN DI INDONESIA

0 comments

Disusun Guna Memenuhi Tugas Kelompok
Mata Kuliah Filsafat Pendidikan
Dosen Pengampu Prof. Dr. H. Maragustam Siregar
tams




                                                                     





Disusun oleh:
Mu’allim Syukri Khamid                (09410168)
Ika Zulaicha                                     (09410171)

PAI-D

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2011





BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang Masalah
Pendidikan tidak dapat dipisahkan dari filsafat, karena dimana ada pendidikan disitulah ada filsafat. Diibaratkan pendidikan tersebut jasmani dan filsafat sebagai rohaninya, keduanya tidak dapat dipisahkan.
Pendidikan membutuhkan filsafat, karena masalah pendidikan tidak hanya menyangkut pelaksanaan pendidikan semata, yang hanya terbatas pada pengalaman. Dalam pendidikan muncul masalah yang lebih luas, kompleks, dan lebih mendalam, yang tidak terbatas oleh pengalaman inderawi maupun fakta-fakta aktual yang mungkin tidak dapat dijangkau oleh sains pendidikan. Masalah-masalah tersebut diantaranya adalah tujuan pendidikan yang bersumber dari tujuan hidup manusia dan nilai sebagai pandangan hidup manusia. Pendidikan tidak dapat dipahami sepenuhnya tanpa memahami tujuan akhirnya.[1]
Tujuan pendidikan menggambarkan tentang idealisme, cita-cita keadaan individu atau masyarakat yang dikehendaki. Karenanya tujuan merupakan salah satu hal yang penting dalam kegiatan pendidikan, sebab tidak saja memberikan arah kemana harus dituju, tetapi juga memberikan arah ketentuan yang pasti dalam memilih materi, metode, alat/media, evaluasi dalam kegiatan yang dilakukan.
Dalam menghadapi keadaan pendidikan terutama di Indonesia yang tidak teratur, merosotnya moral suatu bangsa, dan masalah-masalah lainnya diperlukan suatu tujuan sebagai pandangan hidup mereka untuk mencapai suatu tujuan akhir dari pendidikan tersebut. Sehubungan dengan masalah tersebut, disini kami akan menjelaskan lebih lanjut mengenai tinjauan filosofi tujuan pendidikan di Indonesia.
Continue reading →
Sabtu, 02 April 2011

materi untuk anak usia 6-12 tahun

0 comments


PERKEMBANGAN RASA AGAMA PADA ANAK USIA 6-12 Th & IMPLIKASI PENDIDIKAN AGAMA


 Materi untuk usia anak 6-12 tahun

Materinya Yaitu Wudlu
Aspek kognisi
a. Harfiah (literal)
Yaitu menjelaskan urutan wudlu dengan metode menggunakan lagu-lagu. karena anak pada usia ini lebih senang menyanyi dan bermain. Kemudian juga memberikan gambar – gambar tentang tata cara wudlu yang benar. Karna melalui gambar – gambar anak lebih mudah untuk memahami dan menangkap materi tersebut. Serta menjelaskan kegunaan dan fungsi dari wudlu seperti syarat sebelum kita melaksanakan shalat.


b. Realistik
Yaitu dengan cara praktek langsung wudlu setelah anak memahami tata cara wudlu yang benar, sehingga bisa tahu seberapa jauh anak paham terhadap praktek wudlu. Kemudian membiasakan kepada anak untuk wudlu sebelum melaksanakan ibadah shalat, baik shalat wajib ataupun sunnat.


Strategi – Straginya :

· Drill : yaitu dengan melakukan Tanya jawab terhadap materi yang telah di berikan.

· Rutinitas : yaitu dengan membiasakan anak agar wudlu sebelum melaksanakan shalat.

· Disiplin : yaitu dengan menjelaskan urutan – urutan dalam wudlu.

Teaching : yaitu dengan menjelaskan pengertian wudlu serta fungsi dan kegunaan wudlu.
Continue reading →

KONTEKSTUALISASI SURAT AL-IKHLAS

0 comments
PENDAHULUAN
Al-Qur’anul karim adalah mukjizat Islam yang kekal dan mukjizatnya selalu diperkuat oleh kemajuan ilmu pengetahuan. Ia diturunkan Allah kepada Rasulallah, Muhammad SAW untuk mengeluarkan manusia dari suasana yang gelap menuju yang terang, serta membimbing mereka ke jalan yang lurus.
Pengertian al-Qur.an secara lebih lengkap dan luas adalah seperti yang dikemukakan oleh Abd Wahab Khallaf. Menurut beliau:
Al-Qur.an adalah kalam Allah yang diturunkan melalui malaikat Jibril ke kalbu Rasulallah SAW dengan menggunakan bahasa arab dan disertai dengan kebenaran agar dijadikan hujjah (penguat) dalam pengakuannya sebagai Rasulallah dan agar dijadikan sebagai undang-undang bagi seluruh umat manusia, di samping merupakan amal ibadah jika membacanya. Al-Qur.an itu dikompilasikan di antara dua ujung yang dimulai dari surat al-fatihah dan ditutup dengan surat an-nas yang sampai kepada kita secara tertib dalam bentuk tulisan maupun lisan dalam keadaan utuh atau terpelihara dari perubahan dan pergantian.
Dalam al-Qur.an memuat begitu banyak aspek kehidupan manusia. Tak ada rujukan yang lebih tinggi derajatnya dibandingkan dengan al-Qur.an yang hikmahnya meliputi seluruh alam dan isinya baik yang tersurat maupun yang tersirat tak akan pernah habis untuk digali dan dipelajari. Ketentuan-ketentuan hukum yang dinyatakan dalam al-Qur.an dan al-Hadist berlaku secara universal untuk semua waktu, tempat dan tak bisa berubah, karena memang tak ada yang mampu merubahnya.
Al-Qur’an juga membahas tentang Akhlaq individu maupun social, di dalam al-Qur’an banyak ayat yang mrengenai akhlak diantaranya surat al-ikhlas ayat 1-4 , surat ar-rum ayat 41, al-imran ayat 110, surat al-hujarat ayat 11-13, dan masih banyak lagi. Namun dalam makalah ini yang akan di bahas adalah surat al-ikhlas ayat 1-4, dan yang lain akan dibahas lain waktu.




PEMBAHASAN

A. Lafadz Dan Terjemahannya
    
  
    
   •  

1. Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa.
2. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.
3. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan,
4. Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia."

B. Tafsir Mufrodat
Allah swt berfirman:(    (Ibnu Katsir berkata: Yaitu Dialah Allah, Yang Esa lagi Tunggal, Yang tidak seorangpun setara denganNya, tidak ada pendamping bagiNya, tidak ada tandingan bagiNya, tidak ada yang serupa dan tidak seorangpun yang sama denganNya, dan lafaz ini tidak boleh dinisbatkan secara mutlak kepada seorangpun dari makhluk Allah kecuali untuk Allah semata sebab Dialah Zat Yang Maha Sempurna dakan sifat dan perbuatanNya”.
Firman Allah swt: () Ikrimah dari Ibnu Abbas berkata: Zat yang berantung kepadaNya seluruh makhluk dalam kebutuhan dan masalah mereka. Dan orang-orang Arab memberikan gelar bagi pemuka-pemuka mereka dengan sebutan: Ash-shomad. Abu Wa’il berkata: Ash-shomad adalah peminpin yang memiliki kekuasaan yang tertinggi.
Firman Allah swt:(   ) Maksudnya adalah tidak memiliki orang tua, anak dan teman.
Mujahid berkata: ( •  ) maksudnya adalah shohibah (teman sebagai pasangan hidup). Dan yang dimaksud dengan kata shahibah adalah istri. Sebagaimana firman Allah swt:
              •       
101. Dia Pencipta langit dan bumi. bagaimana dia mempunyai anak padahal dia tidak mempunyai isteri. dia menciptakan segala sesuatu; dan dia mengetahui segala sesuatu.
Makasudnya adalah Allah sebagai Zat yang memiliki segala sesuatu dan sebagai Penciptanya. Lalu bagaimana pantas Zat yang menciptakan akan memiliki kesamaan dengan dan kesetaraan serta tandingan dari makhlukNya, atau dia memiliki pembantu dekat yang selalu dekat denganNya. Maha Suci Allah dan Maha Tinggi.
C. Isi Kandungan Surat Al-Ikhlas Ayat 1-4
Di antara surat Al-Qur’an yang sering terdengar pada pendengaran kita dan sangat perlu untuk direnungkan dan fikirkan adalah surat Al-Ikhlas. Dari Anas ra menceritakan seorang lelaki dari Anshor mengimami masyaraktnya di mesjid Quba. Dan setiap kali dia kali membaca surat tertentu di dalam shalatnya maka dia selalu membukanya dengan:
”   ” Sehingga begitu selesai membaca surat Al-Ikhlas maka barulah dia melanjutkannya dengan membaca surat yang lain. Dan hal tersebut dikerjakannya pada setiap rekaat dari shalat. Para shahabat yang lain berkata kepadanya: Sesungguhnya engaku selalu membuka bacaanmu dengan surat ini kemudian engkau melihat bahwa bacaan shalatmu tidak sempurna sehingga engakau menambahkannya dengan surat yang lain, sebaikan anda membaca surat ini (Al-Ikhlas) atau engkau meninggalkan membacanya dan menggantikannya dengan surat yang lain. Imam tersebut menjawab: Aku tidak akan meninggalkannya. Maka jika kalian senang aku sebagai imam kalian dalam shalat dan tetap membaca surat tersebut maka saya tetap menjadi imam. Namun jika kalian tidak menyenangi tindakan saya itu maka aku akan meninggalkan kalian, dan mereka melihat bahwa orang tersebut adalah pribadi yang paling baik di antara mereka dan mereka tidak suka jika ada orang lain selain dirinya mengimami masyarakat. Lalu pada saat mereka datang kepada Nabi saw merekapun memberitahukan tentang tindakan imam mereka. Maka Nabi saw bertanya kepadanya: Wahai fulan!, apakah yang menegahmu melakukan apa yang diperintahkan oleh para shahabatmu, dan apakah yang mendorongmu untuk selalu membaca surat ini pada setiap raka’at?. Imam tersebut menjawab: Aku mencintainya. Di dalam sebuah riwayat disebutkan: Sebab surat tersebut mengandung sifat Allah Yang Maha Penyayang. Lalu Rasulullah saw bersabda: Cintamu kepada surat tersebut memasukkanmu ke dalam surga”.
Dari Abi Sa’id Al-Khudri ra berkata: Nabi saw berkata kepada para shahabatnya: Apakah salah seorang di antara kalian merasa tidak mampu membaca sepertiga Al-Qur’an pada setiap malam?. Maka hal ini menyulitkan bagi para shahabat, lalu mereka bertanya: Siapakah di antara kita yang mampu melakukan hal tersebut wahai Rasulullah?. Maka Nabi saw bersabda: (الله الواحد الصمد) adalah sepertiga Al-Qur’an. Dan Nabi saw menjadikan surat ini sebagai penawar ditambah dengan surat-surat yang lain. Dan semua ayat-ayat Al-Qur’an adalah penawar bagi penyakit.
Dari Aisyah ra bahwa apabila Nabi saw akan beranjak tidur pada setiap malamnya maka beliau mengumpulkan kedua telapak tangannya lalu meniup pada keduanya:
    
    
   •• 
Kemudian beliau mengusap bagian jasad yang bisa dijangkau dengan tangannya, mulai dari kepala, wajah dan bagian depan jasad beliau, dan beliau mengerjakan hal tersebut selama tiga kali.
Di antara pelajaran yang bias dipetik dari surat di atas adalah:
1. Menetapkan keesaan Allah swt dan bantahan terhadap orang-orang Yahudi dan Nashrani yang menjadikan bagi Allah anak. Allah swt berfirman:
      •                     
“Orang-orang Yahudi berkata: "Uzair itu putera Allah" dan orang-orang Nasrani berkata: "Al masih itu putera Allah". Demikianlah itu Ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Dilaknati Allah mereka , bagaimana mereka sampai berpaling?” (QS. Al-Taubah: 30)
2. Surat ini mengandung nama Allah yang agung, yang jika seseorang dengannya niscaya dia akan dipekenankan dan apabila dia berdo’a maka do’anya akan dikabulkan.
Dari Abdillah bin Buraidah dari Bapakanya ra bahwa Nabi saw mendengar seorang lelaki berdo’a:
اللهم إني أسألك أني أشهد أنك أنت الله لا إله إلا أنت الأحد الصمد الذي لم يلد ولم يولد ولم يكن له كفوا أحد
(Ya Allah sesungguhnya aku memohon kepadaMu, karena sesungguhnya aku bersaksi bahwa Engkau adalah Allah yang tiada tuhan yang berhak disembah selain Dirimu Yang Maha Esa, Yang bergantung kepada Dirimu segala sesuatu, yang tidak beranak dan tidak pula diperanakkan dan tidak ada seorangpun yang setara denganNya). Maka Nabi saw bersabda setelah mendengar munajat orang tersebut: Sungguh engkau telah memohon kepada Allah dengan namaNya yang apabila engkau bertanya dengannya niscaya Dia akan memperkenankan permohonanmu dan jika engkau berdo’a dengannya maka Dia pasti menerima do’amu”.
3. Disunnahkan untuk dibaca ketika hendak tidaur malam, sebgaimana yang dijelaskan di dalam keseharian prilaku Rasulullah saw, dan dianjurkan juga membacanya baik pada waktu pagi dan petang sejumlah tiga kali.
Dari Abdullah bin Hubaib ra berkata: Kami keluar pada malam yang gelap lagi hujan lebat untuk mencari Rasulullah saw agar beliau berkenan bersama kami lalu kamipun mendapatkan beliau saw: maka beliau bersabda: Apakah kalia telah mendirikan shalat”. Namun aku tidak menjawab apapun. Maka Nabi saw berkata kepada kami: katakanlah!. Namun aku tidak mengatakan sesuatu apapun. Kemudian beliau kembali berkata: Kataklah!, Namun aku tidak menjawab sesuatu apapun. Kemudian beliau kembali berkata: Kataklah!, lalu aku bertanya: Apakah yang semestinya aku katakana?. Beliau bersabda: Katakanlah:
(قل هو الله أحد) dan Al-Mu’awwidzataini (al-falaq dan an-nas) pada saat pagi dan petang tiga kali maka dia menjagamu dari segala sesuatu”.
Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam dan shalawat serta salam kepada Nabi kita Muhammad, kepada keluarga dan seluruh para shahabatnya.
D. Kesimpulan
Dari Abdullah bin Habib berkata, “Kami keluar ketika hujan malam hari untuk meminta nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam memimpin kami shalat, maka kami pun berjumpa.
Dia berkata, “Bicaralah”. Aku tidak mengucapkan sepatah kata pun. Kemudian Aku berkata, “Wahai Rasulullah, Apa yang harus aku ucapkan?”. Dia berkata, “Ucapkanlah qul huwallahu ahad dan muawwidzatain setiap pagi dan petangtiga kali, maka cukup untukmu segala sesuatu”. (riwayat Tirmidzi, katanya, “Hadits hasan shahih”).
Ahad adalah yang esa tidak memiliki sekutu. As-Shamad ialah Yang setiap makhluk bergantung kepada-Nya disegala kebutuhan, yanag menjadi kesempurnaan dari sifat yang agung.
Ucapan ahad menafikan pasangan dan yang menyerupainya. Ucapan shamad menetapkan kesempurnaan sifatnya. Ucapan “Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan” menafikan kebutuhan sahabat dan saudara. Ucapan “dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia” nafikan sekutu dalam kesempurnaan-Nya.
E. Daftar Pusstaka

 Tim Tashih Departemen Agama RI, 1991, Al-Qur’an dan Tafsirnya, Yogyakarta: PT.Dana Bhakti Wakaf UII.
 Manna Khalil Al-Khattan, 1996, Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur.an, terj. Mudzakir AS, Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa.
 Abd. Wahab Khallaf, 1996, Ilmu Ushul Al Fiqh, terj. Masdar Helmy, Bandung: Gema Risalah Press.
 Rifa’I, Nasib, 1999, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, Jakarta: Gema Insani Press.
Continue reading →

PSIKOLOGI AGAMA

0 comments
BAB I

PENDAHULUAN



Latar Belakang Masalah

Psikologi secara umum mempelajari gejala-gejala kejiwaan manusia yang berkaitan dengan pikiran (cognisi), perasaan (emotion), dan kehendak (conasi). Gejala tersebut secara umum memiliki ciri-ciri yang hampir sama pada diri manusia dewasa, normal dan beradab. Dengan demikian ketiga gejala pokok tersebut dapat diamati melalui sikap dan perilaku manusia. Namun terkadang ada diantara pernyataan dalam aktivitas yang tampak itu merupakan gejala campuran, sehinga para ahli psiklogi menambahnya hingga menjadi empat gejala jiwa utama yang dipelajari psikologi, yaitu pikiran, kehendak dan gejala campuran. Adapun yang termasuk gejala campuran ini seperti intelegensi, kelelahan ataupun sugesti.[1]

Religiositas berkembang sejak usia dini melalui proses perpaduan antara potensi bawaan keagamaan dengan pengaruh yang datang dari luar diri manusia. Dalam proses perkembangan tersebut akan terbentuk macam, sifat, serta kualitas religiositas yang akan terekspresikan pada perilaku kehidupam sehari-hari. Proses perkembangan religiositas melewati tiga fase utama, yakni fase anak, remaja dan dewasa. Masing-masing fase perkembangan memiliki kekhasan dalam sifat serta perannya terhadap keseluruhan perkembangan religiositas.

Dalam makalah ini akan membahas tentang bagaimana religiusitas pada tahap anak-anak hingga remaja.





















BAB II

PEMBAHASAN



A. PENGERTIAN PENDIDIKAN AGAMA

Dari sudut padang manusia, pendidikan ialah proses sosialisasi, yakni memasyarakatkan nilai-nilai, ilmu pengetahuan dan keterampilan dalam kehidupan. Emile Durhaim dalam karyanya education and sociology (1956) berpendapat bahwa pendidikan merupakan kelanggengan kehidupan manusia itu sendiri, yaitu mampu hidup konsisten mengatasi ancaman dan tantangan masa depan.[2] Banyak para filusuf pendidikan mengartikan “pendidikan” antara lain:

1. Driyar Karya

Mengatakan bahwa pendidikan adalah upaya memanusiakan manusia muda.

2. Herman H. Horne

Pendidikan dipandang sebagai suatu proses penyesuaian diri manusia sebagai timbal balik dengan alam sekitar dengan sesama manusia, dan dengan tabiat dan kosmos.[3]

Ada beberapa pendapat mengenai makna “Agama” antara lain:

1. Prof. KHM. Taib Thahir Abdul Mu’in,

Agama adalah suatu peraturan yang mendorong jiwa seseorang yang mempunyai akal, memegang peratutan Tuhan dengan kehendak sendiri, untuk mencapai kebaikan hidup di dunia dan kebahagiaan diakhirat.[4]

2. Emile Durkheim

Mengartikan agama sebagai suatu kumpulan keyakinan warisan nenek moyang dan perasaan-perasaan pribadi; suatu peniruan terhadap modus-modus, ritual-ritual, aturan-aturan, konvensi-konvensi dan praktik-praktik yang secara sosial telah mantap selama ke generasi-generasi.[5]





B. PERKEMBANGAN RASA AGAMA USIA ANAK

Menurut penelitian Ernest Harms perkembangan agama anak-anak melalui beberapa fase (tingkatan). Dalam bukunya The Development Of Religion On Children, ia mengatakan bahwa perkembangan agama pada anak-anak itu melalui tiga tingktan, yaitu;

1. The Fairy Tale Stage (tingkat dongeng)

Tingkatan ini dimuali pada anak yang berusia 3-6 tahun. Pada tingkatan ini konsep mengenai Tuhan lebih banyak dipengaruhi oleh fantasi dan emosi. Pada tingkatan anak menghayati konsep ke-Tuhanan sesuai dengan tingkat perkembangan intelektualnya. Kehidupan masa kini masih banyak dipengaruhi kehidupan fantasi, hingga dapat menggapai agama pun anak masih mengggunakan konsep fantastik yang diliputi oleh dongeng-dongeng.

2. The Realistic Stage (tingkat kenyataan)

Tingkat ini sejak anak masuk Sekolah Dasar (SD) hingga ke usia adolensen. Pada masa ini, ide ke-Tuhanan anak sudah mencerminkan konsep-konsep yang berdasarkan kepada kenyataan (realitas). Konsep ini timbul lembaga-lembaga keagamaan dan pengajaran agama dari orang dewasa lainnya. Pada masa ini ide keagamaan anak dapat didasarkan atas dorongan emosional, hingga mereka dapat melahirkan konsep Tuhan yang formalis. Berdasarkan hal itu, maka pada masa ini anak-anak tertarik dan senang pada lembaga yang mereka lihat dikelola oleh orang dewasa dalam ligkungan mereka. Segala bentuk tindakan (amal) keagamaan mereka ikuti dan pelajari dengan penuh minat.

3. The Individual Stage (tingkat individu)

Pada tingkat ini anak mempunyai kepekaan emosi yang paling tinggi sejalan dengan perkembangan usia mereka, konsep keagamaan yang individualis ini terbagi menjadi tiga golongan, yaitu;

v Konsep ke-Tuhanan yang konvensional dan konservatif dengan dipengaruhi sebagian kecil fantasi. Hal terserbut disebabkan oleh pengaruh luar.

v Konsep ke-Tuhanan yang lebih murni yang dinyatakan dalam pandangan yang bersifat personal (peroranngan).

v Konsep ke-Tuhanan yang bersifat humanistik. Agama telah menjadi etos humanis pada diri mereka dalam menghayati ajaran agama. Perubahan ini setiap tingkatan dipengaruhi oleh faktor interen, yaitu perkembangan usia dan faktor eksteren berupa pengaruh luar yang dialaminya.[6]

Religiositas anak adalah hasil dari suatu proses perkembangan yang berkesinambungan dari lahir sampai menjelang remaja. Dalam proses tersebut berbagai faktor, interen, eksteren ikut berperan. Empat diantarannya yang akan dipaparkan dalam makalah ini, yaitu peran kognisi, peran hubungan orang tua dengan anak, peran Conscience, Guilt, Shame, serta Interaksi sosial.

a) Peran kognisi dalam perkembangan religiositas anak

Konsep tentang nila-nilai keagamaan yang digunakan sebagai dasar pembentukan religiositas masuk ke dalam diri anak melalui kemampuan kognisi. Kognisi difahami sebagai kemampuan mengamati dan menyerap pengetahuan dan pengalaman dari luar diri individu. Perkembangan kognisi melewati beberapa fase yang masing-masing memiliki ciri yang berbeda. Pengetahuan dan pengalaman yang masuk pada diri individu akan hanya terserap sesuai dengan tingkat kemampuan kognisinya. Demikian juga pengetahuan dan pengalaman keagamanannya.

Pada usia anak menurut Piaget perkembangan kognisi mengalami empat dari lima fase perkembangan berikiut ini yaitu:

1) Period of sensorimotor adaptation, birth- 2 tahun

2) Development of simbiolic and preconceptual thought, 2-4 tahun

3) Period of intuitive thougth, 4-7 tahun

4) Period of concreate operations, 7-12 tahun

5) Period of formal operation, 12- thought adulescence.

b) Peran hubungan orang tua dengan anak dalam perkembangan religiositas anak..

Hubungan orang tua dengan anak memiliki peran yang sangat besar dalam proses peralihan nilai agama yang akan menjadi dasar-dasar nilai dari religiositas anak. Melalui hubungan dengan orang tua anak menyerap konsep-konsep keimanan (belief & faith), ibadah (ritual), maupun mu’amalah (ethic & moral). Ada dua masalah penting yang ikut berperan dalam perkembangan religiositas anak melalui proses hubungan orang tua dan anak, yaitu cara orang tua dalam berhubungan dengan anaknya, serta kualitas dari religiositas orang tua.

c) Paran Conscience, Guilt dan Shame dalam perkembangan religiositas anak..

Conscience, Guilt dan Shame adalah tiga keadaan kejiwaan yang berkembang secara berurutan. Conscience adalah kemampuan yang muncul dari jiwa yang terdalam untuk mengerti tentang be nar dan salah, baik dan buruk. Dalam istilah lain dapat disamakan dengan istilah inner light, superhero, atau internalized policeman, yang berperan untuk mengontrol perilaku dari dalam diri. Guilt adalah perasaan bersalah yang muncul bila dirinya tidak berperilaku sesuai dengan kata hatinya, rasa bersalah juga dapat disebut evaluasi diri secara negative yang muncul ketika seseorang memahami bahwa perilakunya tidak sesuai dengan standard nilai yang dia rasa harus ditaati. Beriringan dengan itu kemudian muncul Shame, yaitu reaksi emosi yang tidak menyenangkan terhadap perkiraan penilaian dari orang lain pada dirinya.

d) Peran interaksi sosial dalam perkembangan religiositas anak.

Interaksi sosial adalah kesempatan anak untuk berinteraksi dengan lingkungan di luar rumah, yaitu dengan kelompok kawan sepermainan dan kawan sekolah. Interaksi sosial mempunyai peran penting dalam perkembangan religiositas anak melalui dua hal sebagai berikut: pertama, malalui interaksi sosial anak akan mengetahuai apakah perilakunya yang telah terbentuk berdasarkan standar nilai religiositas dalam keluarga dapat diterima atau ditolak oleh lingkungannya. Kedua, interaksi sosial akan menimbulkan motivasi bagi anak untuk hanya berperilaku sesuai dengan yang dapat diterima oleh lingkungannya.





C. PERKEMBANGAN RASA AGAMA USIA REMAJAPsikologi, sosiologi, dan falsafah dalam pendidikan

Dalam pembagian tahap perkembangan manusia, maka masa remaja menduduki masa Progresif. Dalam pembagian yang agak terurai masa remaja mencakup masa juvenitilas (adolescantium), pubertas, dan nubilitas.[7]

Sejalan dengan perkembangan jasmani dan rohaninya, maka agama pada para remaja turut dipengaruhi perkembangan itu. Maksudnya penghayatan para remaja terhadap ajaran agaPsikologi, sosiologi, dan falsafah dalam pendidikanPsikologi, sosiologi, dan falsafah dalam pendidikanma dan tindak keagamaan yang tampak pada remaja banyak berkaitan dengan faktor perkembangan tersebut.

Perkembangan pada masa remaja ditandai oleh beberapa faktor perkembangan rohani dan jasmaninya. Perkembnagan itu antara lain menurut W. Starbuck adalah:

a) Pertumbuhan pikiran dan mental

Ide dan dasar keyakinan beragama yang diterima remaja dari masa kanak-kanak sudah tidak begitu menarik bagi mereka. Sifat kritis terhadap ajaran agama mulai timbul. Selain masalah agama mereka pun sudah tertarik pada masalah kebudayaan, sosial, ekonomi, dan norma-norma kehidupan lainnya.

b) Perkembangan perasaan

Berbagai perasaan telah berkembang pada masa remaja. Perasaan sosial, etis, dan estetis mendorong remaja untuk menghayati berkehidupan yang terbiasa dalam lingkungannya. Kehidupan religius akan cenderung mendorong dirinya lebih dekat ke arah hidup yang religius pula. Sebaliknya, bagi remaja yang kurang mendapat pendidikan dan siraman ajaran agama akan lebih mudah didominasi dorongan seksual. Masa remaja merupakan masa kematangan seksual. Didorong oleh perasaan ingin tahu dan perasan super, remaja lebih terperosok ke arah tindakan seksual yang negative.

c) Pertimbangan sosial

Corak keagamaan para remaja juga ditandai oleh adanya pertimbangan sosial. Dalam kehidupan keagamaan mareka timbul konflik antara pertimbangan moral dan material. Remaja sangat bingung menentukan pilihan itu. Karena kehidupan duniawi lebih dipengaruhi kepentingan akan materi, maka remaja lebih cenderung jiwanya untuk bersikap materialis.

d) Perkembangan moral

* Perkembangan moral para remaja bertitik tolak dari rasa berdosa dan usaha untuk mencari proteks. Tipe moral yang juga terlihat pada remaja juga mencakupi:

* Self-directive, taat terhadap agama atau moral berdasarkan pertimbangan pribadi.

* Adaptive, mengikuti situasi lingkungan tanpa mengadakan kritik.

* Submissive, merasakan adanya keraguan terhadap ajaran moral dan agama.

* Unadjusted, belum meyakini akan kebenaran ajaran agama dan moral.

* Deviant, menolak dasar dan hukum keagamaan serta tatanan masyarakat.

e) Sikap dan minat

Sikap dan minat remaja terhadap masalah keagamaan boleh dikatakan sangat kecil dan hal ini tergantung dari kebiasaaan masa kecil dan lingkungan agama yang mempengaruhi mereka (besar kecil minatnya).

Howard Bell dan Ross, berdasarkan penelitiannya taerhadap 13.000 remaja di Marlyand mengungkapkan sebagai berikut:

Ø Remaja yang taat beribadah ke gereja secara terartur 45%

Ø Remaja yang tidak pernah kegereja 35%

Ø Minat terhadap: ekonomi, keuangan, materi dan sukses pribadi 73%

Ø Minat terhadap masalah ideal, keagamaan dan sosial 21%.

f) Ibadah

1) Pandangan remaja terhadap ajaran agama, ibadah, dan masalah doa yang dikumpulkan oleh Ross dan Oskar Kupky menunjukkan:

a) 148 siswi dinyatakan bahwa 20 orang di antara mereka tidak pernah mempunyai pengalaman keagamaan, sedangkan sisanya 128 mempunyai pengalaman keagamaan, yang 60 diantaranya secara alami (tidak melalui ajaran resmi).

b) 31% di antara yang punya pengalaman keagamaan melalui proses alami, mengungkapkan adanya perhatian mereka terhadap keajaiban yang menakjubkan di balik keindahan alam yang mereka nikmati.

2.) Selanjutnya mengenai pandangan mereka tentang ibadah di ungkapkan sebagai berikut:

a) 42% tak pernah mengerjakan ibadah sama sekali.

b) 33% mengatakan mereka sembahyang karena mereka yakin Tuhan mendengar dan akan mengabulkan doa mereka.

c) 27% beranggapan bahwa sembahyang dapat menolong mereka meredakan kesusahan yang mereka derita.

d) 18% mengatakan bahwa sembahyang menyebabkan mereka menjadi senang sesudah menunaikannya.

e) 11% mengatakan bahwa sembahyang mengingatkan tanggung jawab dan tuntutan sebagai anggota masyarakat.

f) 4% mengatakan bahwa sembahyang merupakan kebiasaan yang mengandung arti yang penting.

Jadi, hanya 17% mengatakan bahwa sembahayang berrmanfaat untuk berkomunikasi dengan Tuhan, sedangkan 26% di antaranya menganggap bahwa sembahyang hanyalah merupakan media untuk bermeditasi.[8]















BAB III

PENUTUP

Kesimpulan:



Religiositas pada tahap anak dan remaja sangat berbeda, proses perkembnagan religiositas pada tahap anak meliputi beberapa faktor yaitu The Fairy Tale Stage (tingkat dongeng), The Realistikc Stage (tingkat kenyataan) dan The Individual Stage (tngkat individu). Sedangkan pada tahap remaja juga diliputi beberapa faktor, yang mana faktor ditahap anak berbeda pada tahap remaja, faktor-faktor yang meliputi perkembangan religiositas pada tahap remaja yaitu; Pertumbuhan pikiran dan mental, Perkembangan perasaan Pertimbangan sosial, Perkembangan moral, Sikap dan minat serta Ibadah.

Dalam keseluruhan perkembangan religiositas, perkembangan pada usia anak mempunyai peran yang sangat penting karena dalam perkembangan tersebut keseluruhan dasar-dasar religiositas mulai terbentuk. Akan tetapi perhatian dan kesangguan pihak orang dewasa dalam memahami dan memecahkan permasalahan yang timbul berkaitan dengan perkembangan religiositas usia anak dirasa kurang dibandingkan dengan perhatian dan kesanggupannya terhadap perkembangan religiositas usia remaja dan dewasa.





























DAFTAR PUSTAKA



Ø Abdul Manaf, Mudjahit, Sejarah Agama-Agama, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, Cet 2, 1996.

Ø Arifin, M. Menguat Misteri Ajaran Agama-Agama Besar, Jakarta: PT Golden Terayon Press, Cet 7, 1997.

Ø Clark, W.H, The Psychology Of Religion. New York : The MacMillan Company, 1958.

Ø Eson, W.H, The Psychology Of Religion, New York: Rinehart and Winston, Inc, 1972.

Ø Hurlock, E.B, Child Development, New York: McGraw-Hiil Book Company, Inc, 1978.

Ø Jalaluddin, Psikologi Agama, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007.

Ø Rosyadi, Khoiron, Pendidikan Profetik, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004.

Ø Yusuf LN, Syamsu, Psikologi Belajar Agama (Perspektif Pendidikan Agama Islam), Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2004





[1] . Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), Hal. 8

[2] . Khoirun, Rosyadi, Pendidikan Profetik, Yogyakarta: Pusataka Pelajar, 2004. Hal. 137

[3] . Khoirun, Rosyadi, Pendidikan Profetik, (Yogyakarta: Pusataka Pelajar, 2004), Hal:136

[4] . Mudjahit Abdul Manaf, Sejarah Agama-Agama, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, Cet II, 1996), Hal. 4

[5] . Syamsu Yusuf, Psikologi Belajar Agama (Perspektif Agama Islam), (Bandung: Pustaka Bani Quraisy), Cet 1, 2003. Hal.10

[6] . Jalaluddin, Psikologi Agama…Hal 67

[7] . Jalaluddin, Psikologi Agama… Hal. 74

[8] . Jalaluddin, Psikologi Agama… Hal. 77
Continue reading →

Labels