ALT_IMG

Featured 1

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit, sed diam nonummy nibh euismod tincidunt ut laoreet dolore magna aliquam erat volutpat. Ut wisi enim ad minim veniam, quis nostrud exerci tation ullamcorper suscipit lobortis nisl ut aliquip ex ea commodo consequat Readmore...

ALT_IMG

Featured 2

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit, sed diam nonummy nibh euismod tincidunt ut laoreet dolore magna aliquam erat volutpat. Ut wisi enim ad minim veniam, quis nostrud exerci tation ullamcorper suscipit lobortis nisl ut aliquip ex ea commodo consequat Readmore..

Alt img

Featured 4

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit, sed diam nonummy nibh euismod tincidunt ut laoreet dolore magna aliquam erat volutpat. Ut wisi enim ad minim veniam, quis nostrud exerci tation ullamcorper suscipit lobortis nisl ut aliquip ex ea commodo consequat Readmore...

ALT_IMG

Featured 4

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit, sed diam nonummy nibh euismod tincidunt ut laoreet dolore magna aliquam erat volutpat. Ut wisi enim ad minim veniam, quis nostrud exerci tation ullamcorper suscipit lobortis nisl ut aliquip ex ea commodo consequat Readmore...

ALT_IMG

Featured 5

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit, sed diam nonummy nibh euismod tincidunt ut laoreet dolore magna aliquam erat volutpat. Ut wisi enim ad minim veniam, quis nostrud exerci tation ullamcorper suscipit lobortis nisl ut aliquip ex ea commodo consequat Readmore...

Sabtu, 02 April 2011

materi untuk anak usia 6-12 tahun

0 comments


PERKEMBANGAN RASA AGAMA PADA ANAK USIA 6-12 Th & IMPLIKASI PENDIDIKAN AGAMA


 Materi untuk usia anak 6-12 tahun

Materinya Yaitu Wudlu
Aspek kognisi
a. Harfiah (literal)
Yaitu menjelaskan urutan wudlu dengan metode menggunakan lagu-lagu. karena anak pada usia ini lebih senang menyanyi dan bermain. Kemudian juga memberikan gambar – gambar tentang tata cara wudlu yang benar. Karna melalui gambar – gambar anak lebih mudah untuk memahami dan menangkap materi tersebut. Serta menjelaskan kegunaan dan fungsi dari wudlu seperti syarat sebelum kita melaksanakan shalat.


b. Realistik
Yaitu dengan cara praktek langsung wudlu setelah anak memahami tata cara wudlu yang benar, sehingga bisa tahu seberapa jauh anak paham terhadap praktek wudlu. Kemudian membiasakan kepada anak untuk wudlu sebelum melaksanakan ibadah shalat, baik shalat wajib ataupun sunnat.


Strategi – Straginya :

· Drill : yaitu dengan melakukan Tanya jawab terhadap materi yang telah di berikan.

· Rutinitas : yaitu dengan membiasakan anak agar wudlu sebelum melaksanakan shalat.

· Disiplin : yaitu dengan menjelaskan urutan – urutan dalam wudlu.

Teaching : yaitu dengan menjelaskan pengertian wudlu serta fungsi dan kegunaan wudlu.
Continue reading →

KONTEKSTUALISASI SURAT AL-IKHLAS

0 comments
PENDAHULUAN
Al-Qur’anul karim adalah mukjizat Islam yang kekal dan mukjizatnya selalu diperkuat oleh kemajuan ilmu pengetahuan. Ia diturunkan Allah kepada Rasulallah, Muhammad SAW untuk mengeluarkan manusia dari suasana yang gelap menuju yang terang, serta membimbing mereka ke jalan yang lurus.
Pengertian al-Qur.an secara lebih lengkap dan luas adalah seperti yang dikemukakan oleh Abd Wahab Khallaf. Menurut beliau:
Al-Qur.an adalah kalam Allah yang diturunkan melalui malaikat Jibril ke kalbu Rasulallah SAW dengan menggunakan bahasa arab dan disertai dengan kebenaran agar dijadikan hujjah (penguat) dalam pengakuannya sebagai Rasulallah dan agar dijadikan sebagai undang-undang bagi seluruh umat manusia, di samping merupakan amal ibadah jika membacanya. Al-Qur.an itu dikompilasikan di antara dua ujung yang dimulai dari surat al-fatihah dan ditutup dengan surat an-nas yang sampai kepada kita secara tertib dalam bentuk tulisan maupun lisan dalam keadaan utuh atau terpelihara dari perubahan dan pergantian.
Dalam al-Qur.an memuat begitu banyak aspek kehidupan manusia. Tak ada rujukan yang lebih tinggi derajatnya dibandingkan dengan al-Qur.an yang hikmahnya meliputi seluruh alam dan isinya baik yang tersurat maupun yang tersirat tak akan pernah habis untuk digali dan dipelajari. Ketentuan-ketentuan hukum yang dinyatakan dalam al-Qur.an dan al-Hadist berlaku secara universal untuk semua waktu, tempat dan tak bisa berubah, karena memang tak ada yang mampu merubahnya.
Al-Qur’an juga membahas tentang Akhlaq individu maupun social, di dalam al-Qur’an banyak ayat yang mrengenai akhlak diantaranya surat al-ikhlas ayat 1-4 , surat ar-rum ayat 41, al-imran ayat 110, surat al-hujarat ayat 11-13, dan masih banyak lagi. Namun dalam makalah ini yang akan di bahas adalah surat al-ikhlas ayat 1-4, dan yang lain akan dibahas lain waktu.




PEMBAHASAN

A. Lafadz Dan Terjemahannya
    
  
    
   •  

1. Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa.
2. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.
3. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan,
4. Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia."

B. Tafsir Mufrodat
Allah swt berfirman:(    (Ibnu Katsir berkata: Yaitu Dialah Allah, Yang Esa lagi Tunggal, Yang tidak seorangpun setara denganNya, tidak ada pendamping bagiNya, tidak ada tandingan bagiNya, tidak ada yang serupa dan tidak seorangpun yang sama denganNya, dan lafaz ini tidak boleh dinisbatkan secara mutlak kepada seorangpun dari makhluk Allah kecuali untuk Allah semata sebab Dialah Zat Yang Maha Sempurna dakan sifat dan perbuatanNya”.
Firman Allah swt: () Ikrimah dari Ibnu Abbas berkata: Zat yang berantung kepadaNya seluruh makhluk dalam kebutuhan dan masalah mereka. Dan orang-orang Arab memberikan gelar bagi pemuka-pemuka mereka dengan sebutan: Ash-shomad. Abu Wa’il berkata: Ash-shomad adalah peminpin yang memiliki kekuasaan yang tertinggi.
Firman Allah swt:(   ) Maksudnya adalah tidak memiliki orang tua, anak dan teman.
Mujahid berkata: ( •  ) maksudnya adalah shohibah (teman sebagai pasangan hidup). Dan yang dimaksud dengan kata shahibah adalah istri. Sebagaimana firman Allah swt:
              •       
101. Dia Pencipta langit dan bumi. bagaimana dia mempunyai anak padahal dia tidak mempunyai isteri. dia menciptakan segala sesuatu; dan dia mengetahui segala sesuatu.
Makasudnya adalah Allah sebagai Zat yang memiliki segala sesuatu dan sebagai Penciptanya. Lalu bagaimana pantas Zat yang menciptakan akan memiliki kesamaan dengan dan kesetaraan serta tandingan dari makhlukNya, atau dia memiliki pembantu dekat yang selalu dekat denganNya. Maha Suci Allah dan Maha Tinggi.
C. Isi Kandungan Surat Al-Ikhlas Ayat 1-4
Di antara surat Al-Qur’an yang sering terdengar pada pendengaran kita dan sangat perlu untuk direnungkan dan fikirkan adalah surat Al-Ikhlas. Dari Anas ra menceritakan seorang lelaki dari Anshor mengimami masyaraktnya di mesjid Quba. Dan setiap kali dia kali membaca surat tertentu di dalam shalatnya maka dia selalu membukanya dengan:
”   ” Sehingga begitu selesai membaca surat Al-Ikhlas maka barulah dia melanjutkannya dengan membaca surat yang lain. Dan hal tersebut dikerjakannya pada setiap rekaat dari shalat. Para shahabat yang lain berkata kepadanya: Sesungguhnya engaku selalu membuka bacaanmu dengan surat ini kemudian engkau melihat bahwa bacaan shalatmu tidak sempurna sehingga engakau menambahkannya dengan surat yang lain, sebaikan anda membaca surat ini (Al-Ikhlas) atau engkau meninggalkan membacanya dan menggantikannya dengan surat yang lain. Imam tersebut menjawab: Aku tidak akan meninggalkannya. Maka jika kalian senang aku sebagai imam kalian dalam shalat dan tetap membaca surat tersebut maka saya tetap menjadi imam. Namun jika kalian tidak menyenangi tindakan saya itu maka aku akan meninggalkan kalian, dan mereka melihat bahwa orang tersebut adalah pribadi yang paling baik di antara mereka dan mereka tidak suka jika ada orang lain selain dirinya mengimami masyarakat. Lalu pada saat mereka datang kepada Nabi saw merekapun memberitahukan tentang tindakan imam mereka. Maka Nabi saw bertanya kepadanya: Wahai fulan!, apakah yang menegahmu melakukan apa yang diperintahkan oleh para shahabatmu, dan apakah yang mendorongmu untuk selalu membaca surat ini pada setiap raka’at?. Imam tersebut menjawab: Aku mencintainya. Di dalam sebuah riwayat disebutkan: Sebab surat tersebut mengandung sifat Allah Yang Maha Penyayang. Lalu Rasulullah saw bersabda: Cintamu kepada surat tersebut memasukkanmu ke dalam surga”.
Dari Abi Sa’id Al-Khudri ra berkata: Nabi saw berkata kepada para shahabatnya: Apakah salah seorang di antara kalian merasa tidak mampu membaca sepertiga Al-Qur’an pada setiap malam?. Maka hal ini menyulitkan bagi para shahabat, lalu mereka bertanya: Siapakah di antara kita yang mampu melakukan hal tersebut wahai Rasulullah?. Maka Nabi saw bersabda: (الله الواحد الصمد) adalah sepertiga Al-Qur’an. Dan Nabi saw menjadikan surat ini sebagai penawar ditambah dengan surat-surat yang lain. Dan semua ayat-ayat Al-Qur’an adalah penawar bagi penyakit.
Dari Aisyah ra bahwa apabila Nabi saw akan beranjak tidur pada setiap malamnya maka beliau mengumpulkan kedua telapak tangannya lalu meniup pada keduanya:
    
    
   •• 
Kemudian beliau mengusap bagian jasad yang bisa dijangkau dengan tangannya, mulai dari kepala, wajah dan bagian depan jasad beliau, dan beliau mengerjakan hal tersebut selama tiga kali.
Di antara pelajaran yang bias dipetik dari surat di atas adalah:
1. Menetapkan keesaan Allah swt dan bantahan terhadap orang-orang Yahudi dan Nashrani yang menjadikan bagi Allah anak. Allah swt berfirman:
      •                     
“Orang-orang Yahudi berkata: "Uzair itu putera Allah" dan orang-orang Nasrani berkata: "Al masih itu putera Allah". Demikianlah itu Ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Dilaknati Allah mereka , bagaimana mereka sampai berpaling?” (QS. Al-Taubah: 30)
2. Surat ini mengandung nama Allah yang agung, yang jika seseorang dengannya niscaya dia akan dipekenankan dan apabila dia berdo’a maka do’anya akan dikabulkan.
Dari Abdillah bin Buraidah dari Bapakanya ra bahwa Nabi saw mendengar seorang lelaki berdo’a:
اللهم إني أسألك أني أشهد أنك أنت الله لا إله إلا أنت الأحد الصمد الذي لم يلد ولم يولد ولم يكن له كفوا أحد
(Ya Allah sesungguhnya aku memohon kepadaMu, karena sesungguhnya aku bersaksi bahwa Engkau adalah Allah yang tiada tuhan yang berhak disembah selain Dirimu Yang Maha Esa, Yang bergantung kepada Dirimu segala sesuatu, yang tidak beranak dan tidak pula diperanakkan dan tidak ada seorangpun yang setara denganNya). Maka Nabi saw bersabda setelah mendengar munajat orang tersebut: Sungguh engkau telah memohon kepada Allah dengan namaNya yang apabila engkau bertanya dengannya niscaya Dia akan memperkenankan permohonanmu dan jika engkau berdo’a dengannya maka Dia pasti menerima do’amu”.
3. Disunnahkan untuk dibaca ketika hendak tidaur malam, sebgaimana yang dijelaskan di dalam keseharian prilaku Rasulullah saw, dan dianjurkan juga membacanya baik pada waktu pagi dan petang sejumlah tiga kali.
Dari Abdullah bin Hubaib ra berkata: Kami keluar pada malam yang gelap lagi hujan lebat untuk mencari Rasulullah saw agar beliau berkenan bersama kami lalu kamipun mendapatkan beliau saw: maka beliau bersabda: Apakah kalia telah mendirikan shalat”. Namun aku tidak menjawab apapun. Maka Nabi saw berkata kepada kami: katakanlah!. Namun aku tidak mengatakan sesuatu apapun. Kemudian beliau kembali berkata: Kataklah!, Namun aku tidak menjawab sesuatu apapun. Kemudian beliau kembali berkata: Kataklah!, lalu aku bertanya: Apakah yang semestinya aku katakana?. Beliau bersabda: Katakanlah:
(قل هو الله أحد) dan Al-Mu’awwidzataini (al-falaq dan an-nas) pada saat pagi dan petang tiga kali maka dia menjagamu dari segala sesuatu”.
Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam dan shalawat serta salam kepada Nabi kita Muhammad, kepada keluarga dan seluruh para shahabatnya.
D. Kesimpulan
Dari Abdullah bin Habib berkata, “Kami keluar ketika hujan malam hari untuk meminta nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam memimpin kami shalat, maka kami pun berjumpa.
Dia berkata, “Bicaralah”. Aku tidak mengucapkan sepatah kata pun. Kemudian Aku berkata, “Wahai Rasulullah, Apa yang harus aku ucapkan?”. Dia berkata, “Ucapkanlah qul huwallahu ahad dan muawwidzatain setiap pagi dan petangtiga kali, maka cukup untukmu segala sesuatu”. (riwayat Tirmidzi, katanya, “Hadits hasan shahih”).
Ahad adalah yang esa tidak memiliki sekutu. As-Shamad ialah Yang setiap makhluk bergantung kepada-Nya disegala kebutuhan, yanag menjadi kesempurnaan dari sifat yang agung.
Ucapan ahad menafikan pasangan dan yang menyerupainya. Ucapan shamad menetapkan kesempurnaan sifatnya. Ucapan “Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan” menafikan kebutuhan sahabat dan saudara. Ucapan “dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia” nafikan sekutu dalam kesempurnaan-Nya.
E. Daftar Pusstaka

 Tim Tashih Departemen Agama RI, 1991, Al-Qur’an dan Tafsirnya, Yogyakarta: PT.Dana Bhakti Wakaf UII.
 Manna Khalil Al-Khattan, 1996, Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur.an, terj. Mudzakir AS, Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa.
 Abd. Wahab Khallaf, 1996, Ilmu Ushul Al Fiqh, terj. Masdar Helmy, Bandung: Gema Risalah Press.
 Rifa’I, Nasib, 1999, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, Jakarta: Gema Insani Press.
Continue reading →

PSIKOLOGI AGAMA

0 comments
BAB I

PENDAHULUAN



Latar Belakang Masalah

Psikologi secara umum mempelajari gejala-gejala kejiwaan manusia yang berkaitan dengan pikiran (cognisi), perasaan (emotion), dan kehendak (conasi). Gejala tersebut secara umum memiliki ciri-ciri yang hampir sama pada diri manusia dewasa, normal dan beradab. Dengan demikian ketiga gejala pokok tersebut dapat diamati melalui sikap dan perilaku manusia. Namun terkadang ada diantara pernyataan dalam aktivitas yang tampak itu merupakan gejala campuran, sehinga para ahli psiklogi menambahnya hingga menjadi empat gejala jiwa utama yang dipelajari psikologi, yaitu pikiran, kehendak dan gejala campuran. Adapun yang termasuk gejala campuran ini seperti intelegensi, kelelahan ataupun sugesti.[1]

Religiositas berkembang sejak usia dini melalui proses perpaduan antara potensi bawaan keagamaan dengan pengaruh yang datang dari luar diri manusia. Dalam proses perkembangan tersebut akan terbentuk macam, sifat, serta kualitas religiositas yang akan terekspresikan pada perilaku kehidupam sehari-hari. Proses perkembangan religiositas melewati tiga fase utama, yakni fase anak, remaja dan dewasa. Masing-masing fase perkembangan memiliki kekhasan dalam sifat serta perannya terhadap keseluruhan perkembangan religiositas.

Dalam makalah ini akan membahas tentang bagaimana religiusitas pada tahap anak-anak hingga remaja.





















BAB II

PEMBAHASAN



A. PENGERTIAN PENDIDIKAN AGAMA

Dari sudut padang manusia, pendidikan ialah proses sosialisasi, yakni memasyarakatkan nilai-nilai, ilmu pengetahuan dan keterampilan dalam kehidupan. Emile Durhaim dalam karyanya education and sociology (1956) berpendapat bahwa pendidikan merupakan kelanggengan kehidupan manusia itu sendiri, yaitu mampu hidup konsisten mengatasi ancaman dan tantangan masa depan.[2] Banyak para filusuf pendidikan mengartikan “pendidikan” antara lain:

1. Driyar Karya

Mengatakan bahwa pendidikan adalah upaya memanusiakan manusia muda.

2. Herman H. Horne

Pendidikan dipandang sebagai suatu proses penyesuaian diri manusia sebagai timbal balik dengan alam sekitar dengan sesama manusia, dan dengan tabiat dan kosmos.[3]

Ada beberapa pendapat mengenai makna “Agama” antara lain:

1. Prof. KHM. Taib Thahir Abdul Mu’in,

Agama adalah suatu peraturan yang mendorong jiwa seseorang yang mempunyai akal, memegang peratutan Tuhan dengan kehendak sendiri, untuk mencapai kebaikan hidup di dunia dan kebahagiaan diakhirat.[4]

2. Emile Durkheim

Mengartikan agama sebagai suatu kumpulan keyakinan warisan nenek moyang dan perasaan-perasaan pribadi; suatu peniruan terhadap modus-modus, ritual-ritual, aturan-aturan, konvensi-konvensi dan praktik-praktik yang secara sosial telah mantap selama ke generasi-generasi.[5]





B. PERKEMBANGAN RASA AGAMA USIA ANAK

Menurut penelitian Ernest Harms perkembangan agama anak-anak melalui beberapa fase (tingkatan). Dalam bukunya The Development Of Religion On Children, ia mengatakan bahwa perkembangan agama pada anak-anak itu melalui tiga tingktan, yaitu;

1. The Fairy Tale Stage (tingkat dongeng)

Tingkatan ini dimuali pada anak yang berusia 3-6 tahun. Pada tingkatan ini konsep mengenai Tuhan lebih banyak dipengaruhi oleh fantasi dan emosi. Pada tingkatan anak menghayati konsep ke-Tuhanan sesuai dengan tingkat perkembangan intelektualnya. Kehidupan masa kini masih banyak dipengaruhi kehidupan fantasi, hingga dapat menggapai agama pun anak masih mengggunakan konsep fantastik yang diliputi oleh dongeng-dongeng.

2. The Realistic Stage (tingkat kenyataan)

Tingkat ini sejak anak masuk Sekolah Dasar (SD) hingga ke usia adolensen. Pada masa ini, ide ke-Tuhanan anak sudah mencerminkan konsep-konsep yang berdasarkan kepada kenyataan (realitas). Konsep ini timbul lembaga-lembaga keagamaan dan pengajaran agama dari orang dewasa lainnya. Pada masa ini ide keagamaan anak dapat didasarkan atas dorongan emosional, hingga mereka dapat melahirkan konsep Tuhan yang formalis. Berdasarkan hal itu, maka pada masa ini anak-anak tertarik dan senang pada lembaga yang mereka lihat dikelola oleh orang dewasa dalam ligkungan mereka. Segala bentuk tindakan (amal) keagamaan mereka ikuti dan pelajari dengan penuh minat.

3. The Individual Stage (tingkat individu)

Pada tingkat ini anak mempunyai kepekaan emosi yang paling tinggi sejalan dengan perkembangan usia mereka, konsep keagamaan yang individualis ini terbagi menjadi tiga golongan, yaitu;

v Konsep ke-Tuhanan yang konvensional dan konservatif dengan dipengaruhi sebagian kecil fantasi. Hal terserbut disebabkan oleh pengaruh luar.

v Konsep ke-Tuhanan yang lebih murni yang dinyatakan dalam pandangan yang bersifat personal (peroranngan).

v Konsep ke-Tuhanan yang bersifat humanistik. Agama telah menjadi etos humanis pada diri mereka dalam menghayati ajaran agama. Perubahan ini setiap tingkatan dipengaruhi oleh faktor interen, yaitu perkembangan usia dan faktor eksteren berupa pengaruh luar yang dialaminya.[6]

Religiositas anak adalah hasil dari suatu proses perkembangan yang berkesinambungan dari lahir sampai menjelang remaja. Dalam proses tersebut berbagai faktor, interen, eksteren ikut berperan. Empat diantarannya yang akan dipaparkan dalam makalah ini, yaitu peran kognisi, peran hubungan orang tua dengan anak, peran Conscience, Guilt, Shame, serta Interaksi sosial.

a) Peran kognisi dalam perkembangan religiositas anak

Konsep tentang nila-nilai keagamaan yang digunakan sebagai dasar pembentukan religiositas masuk ke dalam diri anak melalui kemampuan kognisi. Kognisi difahami sebagai kemampuan mengamati dan menyerap pengetahuan dan pengalaman dari luar diri individu. Perkembangan kognisi melewati beberapa fase yang masing-masing memiliki ciri yang berbeda. Pengetahuan dan pengalaman yang masuk pada diri individu akan hanya terserap sesuai dengan tingkat kemampuan kognisinya. Demikian juga pengetahuan dan pengalaman keagamanannya.

Pada usia anak menurut Piaget perkembangan kognisi mengalami empat dari lima fase perkembangan berikiut ini yaitu:

1) Period of sensorimotor adaptation, birth- 2 tahun

2) Development of simbiolic and preconceptual thought, 2-4 tahun

3) Period of intuitive thougth, 4-7 tahun

4) Period of concreate operations, 7-12 tahun

5) Period of formal operation, 12- thought adulescence.

b) Peran hubungan orang tua dengan anak dalam perkembangan religiositas anak..

Hubungan orang tua dengan anak memiliki peran yang sangat besar dalam proses peralihan nilai agama yang akan menjadi dasar-dasar nilai dari religiositas anak. Melalui hubungan dengan orang tua anak menyerap konsep-konsep keimanan (belief & faith), ibadah (ritual), maupun mu’amalah (ethic & moral). Ada dua masalah penting yang ikut berperan dalam perkembangan religiositas anak melalui proses hubungan orang tua dan anak, yaitu cara orang tua dalam berhubungan dengan anaknya, serta kualitas dari religiositas orang tua.

c) Paran Conscience, Guilt dan Shame dalam perkembangan religiositas anak..

Conscience, Guilt dan Shame adalah tiga keadaan kejiwaan yang berkembang secara berurutan. Conscience adalah kemampuan yang muncul dari jiwa yang terdalam untuk mengerti tentang be nar dan salah, baik dan buruk. Dalam istilah lain dapat disamakan dengan istilah inner light, superhero, atau internalized policeman, yang berperan untuk mengontrol perilaku dari dalam diri. Guilt adalah perasaan bersalah yang muncul bila dirinya tidak berperilaku sesuai dengan kata hatinya, rasa bersalah juga dapat disebut evaluasi diri secara negative yang muncul ketika seseorang memahami bahwa perilakunya tidak sesuai dengan standard nilai yang dia rasa harus ditaati. Beriringan dengan itu kemudian muncul Shame, yaitu reaksi emosi yang tidak menyenangkan terhadap perkiraan penilaian dari orang lain pada dirinya.

d) Peran interaksi sosial dalam perkembangan religiositas anak.

Interaksi sosial adalah kesempatan anak untuk berinteraksi dengan lingkungan di luar rumah, yaitu dengan kelompok kawan sepermainan dan kawan sekolah. Interaksi sosial mempunyai peran penting dalam perkembangan religiositas anak melalui dua hal sebagai berikut: pertama, malalui interaksi sosial anak akan mengetahuai apakah perilakunya yang telah terbentuk berdasarkan standar nilai religiositas dalam keluarga dapat diterima atau ditolak oleh lingkungannya. Kedua, interaksi sosial akan menimbulkan motivasi bagi anak untuk hanya berperilaku sesuai dengan yang dapat diterima oleh lingkungannya.





C. PERKEMBANGAN RASA AGAMA USIA REMAJAPsikologi, sosiologi, dan falsafah dalam pendidikan

Dalam pembagian tahap perkembangan manusia, maka masa remaja menduduki masa Progresif. Dalam pembagian yang agak terurai masa remaja mencakup masa juvenitilas (adolescantium), pubertas, dan nubilitas.[7]

Sejalan dengan perkembangan jasmani dan rohaninya, maka agama pada para remaja turut dipengaruhi perkembangan itu. Maksudnya penghayatan para remaja terhadap ajaran agaPsikologi, sosiologi, dan falsafah dalam pendidikanPsikologi, sosiologi, dan falsafah dalam pendidikanma dan tindak keagamaan yang tampak pada remaja banyak berkaitan dengan faktor perkembangan tersebut.

Perkembangan pada masa remaja ditandai oleh beberapa faktor perkembangan rohani dan jasmaninya. Perkembnagan itu antara lain menurut W. Starbuck adalah:

a) Pertumbuhan pikiran dan mental

Ide dan dasar keyakinan beragama yang diterima remaja dari masa kanak-kanak sudah tidak begitu menarik bagi mereka. Sifat kritis terhadap ajaran agama mulai timbul. Selain masalah agama mereka pun sudah tertarik pada masalah kebudayaan, sosial, ekonomi, dan norma-norma kehidupan lainnya.

b) Perkembangan perasaan

Berbagai perasaan telah berkembang pada masa remaja. Perasaan sosial, etis, dan estetis mendorong remaja untuk menghayati berkehidupan yang terbiasa dalam lingkungannya. Kehidupan religius akan cenderung mendorong dirinya lebih dekat ke arah hidup yang religius pula. Sebaliknya, bagi remaja yang kurang mendapat pendidikan dan siraman ajaran agama akan lebih mudah didominasi dorongan seksual. Masa remaja merupakan masa kematangan seksual. Didorong oleh perasaan ingin tahu dan perasan super, remaja lebih terperosok ke arah tindakan seksual yang negative.

c) Pertimbangan sosial

Corak keagamaan para remaja juga ditandai oleh adanya pertimbangan sosial. Dalam kehidupan keagamaan mareka timbul konflik antara pertimbangan moral dan material. Remaja sangat bingung menentukan pilihan itu. Karena kehidupan duniawi lebih dipengaruhi kepentingan akan materi, maka remaja lebih cenderung jiwanya untuk bersikap materialis.

d) Perkembangan moral

* Perkembangan moral para remaja bertitik tolak dari rasa berdosa dan usaha untuk mencari proteks. Tipe moral yang juga terlihat pada remaja juga mencakupi:

* Self-directive, taat terhadap agama atau moral berdasarkan pertimbangan pribadi.

* Adaptive, mengikuti situasi lingkungan tanpa mengadakan kritik.

* Submissive, merasakan adanya keraguan terhadap ajaran moral dan agama.

* Unadjusted, belum meyakini akan kebenaran ajaran agama dan moral.

* Deviant, menolak dasar dan hukum keagamaan serta tatanan masyarakat.

e) Sikap dan minat

Sikap dan minat remaja terhadap masalah keagamaan boleh dikatakan sangat kecil dan hal ini tergantung dari kebiasaaan masa kecil dan lingkungan agama yang mempengaruhi mereka (besar kecil minatnya).

Howard Bell dan Ross, berdasarkan penelitiannya taerhadap 13.000 remaja di Marlyand mengungkapkan sebagai berikut:

Ø Remaja yang taat beribadah ke gereja secara terartur 45%

Ø Remaja yang tidak pernah kegereja 35%

Ø Minat terhadap: ekonomi, keuangan, materi dan sukses pribadi 73%

Ø Minat terhadap masalah ideal, keagamaan dan sosial 21%.

f) Ibadah

1) Pandangan remaja terhadap ajaran agama, ibadah, dan masalah doa yang dikumpulkan oleh Ross dan Oskar Kupky menunjukkan:

a) 148 siswi dinyatakan bahwa 20 orang di antara mereka tidak pernah mempunyai pengalaman keagamaan, sedangkan sisanya 128 mempunyai pengalaman keagamaan, yang 60 diantaranya secara alami (tidak melalui ajaran resmi).

b) 31% di antara yang punya pengalaman keagamaan melalui proses alami, mengungkapkan adanya perhatian mereka terhadap keajaiban yang menakjubkan di balik keindahan alam yang mereka nikmati.

2.) Selanjutnya mengenai pandangan mereka tentang ibadah di ungkapkan sebagai berikut:

a) 42% tak pernah mengerjakan ibadah sama sekali.

b) 33% mengatakan mereka sembahyang karena mereka yakin Tuhan mendengar dan akan mengabulkan doa mereka.

c) 27% beranggapan bahwa sembahyang dapat menolong mereka meredakan kesusahan yang mereka derita.

d) 18% mengatakan bahwa sembahyang menyebabkan mereka menjadi senang sesudah menunaikannya.

e) 11% mengatakan bahwa sembahyang mengingatkan tanggung jawab dan tuntutan sebagai anggota masyarakat.

f) 4% mengatakan bahwa sembahyang merupakan kebiasaan yang mengandung arti yang penting.

Jadi, hanya 17% mengatakan bahwa sembahayang berrmanfaat untuk berkomunikasi dengan Tuhan, sedangkan 26% di antaranya menganggap bahwa sembahyang hanyalah merupakan media untuk bermeditasi.[8]















BAB III

PENUTUP

Kesimpulan:



Religiositas pada tahap anak dan remaja sangat berbeda, proses perkembnagan religiositas pada tahap anak meliputi beberapa faktor yaitu The Fairy Tale Stage (tingkat dongeng), The Realistikc Stage (tingkat kenyataan) dan The Individual Stage (tngkat individu). Sedangkan pada tahap remaja juga diliputi beberapa faktor, yang mana faktor ditahap anak berbeda pada tahap remaja, faktor-faktor yang meliputi perkembangan religiositas pada tahap remaja yaitu; Pertumbuhan pikiran dan mental, Perkembangan perasaan Pertimbangan sosial, Perkembangan moral, Sikap dan minat serta Ibadah.

Dalam keseluruhan perkembangan religiositas, perkembangan pada usia anak mempunyai peran yang sangat penting karena dalam perkembangan tersebut keseluruhan dasar-dasar religiositas mulai terbentuk. Akan tetapi perhatian dan kesangguan pihak orang dewasa dalam memahami dan memecahkan permasalahan yang timbul berkaitan dengan perkembangan religiositas usia anak dirasa kurang dibandingkan dengan perhatian dan kesanggupannya terhadap perkembangan religiositas usia remaja dan dewasa.





























DAFTAR PUSTAKA



Ø Abdul Manaf, Mudjahit, Sejarah Agama-Agama, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, Cet 2, 1996.

Ø Arifin, M. Menguat Misteri Ajaran Agama-Agama Besar, Jakarta: PT Golden Terayon Press, Cet 7, 1997.

Ø Clark, W.H, The Psychology Of Religion. New York : The MacMillan Company, 1958.

Ø Eson, W.H, The Psychology Of Religion, New York: Rinehart and Winston, Inc, 1972.

Ø Hurlock, E.B, Child Development, New York: McGraw-Hiil Book Company, Inc, 1978.

Ø Jalaluddin, Psikologi Agama, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007.

Ø Rosyadi, Khoiron, Pendidikan Profetik, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004.

Ø Yusuf LN, Syamsu, Psikologi Belajar Agama (Perspektif Pendidikan Agama Islam), Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2004





[1] . Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), Hal. 8

[2] . Khoirun, Rosyadi, Pendidikan Profetik, Yogyakarta: Pusataka Pelajar, 2004. Hal. 137

[3] . Khoirun, Rosyadi, Pendidikan Profetik, (Yogyakarta: Pusataka Pelajar, 2004), Hal:136

[4] . Mudjahit Abdul Manaf, Sejarah Agama-Agama, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, Cet II, 1996), Hal. 4

[5] . Syamsu Yusuf, Psikologi Belajar Agama (Perspektif Agama Islam), (Bandung: Pustaka Bani Quraisy), Cet 1, 2003. Hal.10

[6] . Jalaluddin, Psikologi Agama…Hal 67

[7] . Jalaluddin, Psikologi Agama… Hal. 74

[8] . Jalaluddin, Psikologi Agama… Hal. 77
Continue reading →

Labels