Sabtu, 02 April 2011

KONTEKSTUALISASI SURAT AL-IKHLAS

0 comments
PENDAHULUAN
Al-Qur’anul karim adalah mukjizat Islam yang kekal dan mukjizatnya selalu diperkuat oleh kemajuan ilmu pengetahuan. Ia diturunkan Allah kepada Rasulallah, Muhammad SAW untuk mengeluarkan manusia dari suasana yang gelap menuju yang terang, serta membimbing mereka ke jalan yang lurus.
Pengertian al-Qur.an secara lebih lengkap dan luas adalah seperti yang dikemukakan oleh Abd Wahab Khallaf. Menurut beliau:
Al-Qur.an adalah kalam Allah yang diturunkan melalui malaikat Jibril ke kalbu Rasulallah SAW dengan menggunakan bahasa arab dan disertai dengan kebenaran agar dijadikan hujjah (penguat) dalam pengakuannya sebagai Rasulallah dan agar dijadikan sebagai undang-undang bagi seluruh umat manusia, di samping merupakan amal ibadah jika membacanya. Al-Qur.an itu dikompilasikan di antara dua ujung yang dimulai dari surat al-fatihah dan ditutup dengan surat an-nas yang sampai kepada kita secara tertib dalam bentuk tulisan maupun lisan dalam keadaan utuh atau terpelihara dari perubahan dan pergantian.
Dalam al-Qur.an memuat begitu banyak aspek kehidupan manusia. Tak ada rujukan yang lebih tinggi derajatnya dibandingkan dengan al-Qur.an yang hikmahnya meliputi seluruh alam dan isinya baik yang tersurat maupun yang tersirat tak akan pernah habis untuk digali dan dipelajari. Ketentuan-ketentuan hukum yang dinyatakan dalam al-Qur.an dan al-Hadist berlaku secara universal untuk semua waktu, tempat dan tak bisa berubah, karena memang tak ada yang mampu merubahnya.
Al-Qur’an juga membahas tentang Akhlaq individu maupun social, di dalam al-Qur’an banyak ayat yang mrengenai akhlak diantaranya surat al-ikhlas ayat 1-4 , surat ar-rum ayat 41, al-imran ayat 110, surat al-hujarat ayat 11-13, dan masih banyak lagi. Namun dalam makalah ini yang akan di bahas adalah surat al-ikhlas ayat 1-4, dan yang lain akan dibahas lain waktu.




PEMBAHASAN

A. Lafadz Dan Terjemahannya
    
  
    
   •  

1. Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa.
2. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.
3. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan,
4. Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia."

B. Tafsir Mufrodat
Allah swt berfirman:(    (Ibnu Katsir berkata: Yaitu Dialah Allah, Yang Esa lagi Tunggal, Yang tidak seorangpun setara denganNya, tidak ada pendamping bagiNya, tidak ada tandingan bagiNya, tidak ada yang serupa dan tidak seorangpun yang sama denganNya, dan lafaz ini tidak boleh dinisbatkan secara mutlak kepada seorangpun dari makhluk Allah kecuali untuk Allah semata sebab Dialah Zat Yang Maha Sempurna dakan sifat dan perbuatanNya”.
Firman Allah swt: () Ikrimah dari Ibnu Abbas berkata: Zat yang berantung kepadaNya seluruh makhluk dalam kebutuhan dan masalah mereka. Dan orang-orang Arab memberikan gelar bagi pemuka-pemuka mereka dengan sebutan: Ash-shomad. Abu Wa’il berkata: Ash-shomad adalah peminpin yang memiliki kekuasaan yang tertinggi.
Firman Allah swt:(   ) Maksudnya adalah tidak memiliki orang tua, anak dan teman.
Mujahid berkata: ( •  ) maksudnya adalah shohibah (teman sebagai pasangan hidup). Dan yang dimaksud dengan kata shahibah adalah istri. Sebagaimana firman Allah swt:
              •       
101. Dia Pencipta langit dan bumi. bagaimana dia mempunyai anak padahal dia tidak mempunyai isteri. dia menciptakan segala sesuatu; dan dia mengetahui segala sesuatu.
Makasudnya adalah Allah sebagai Zat yang memiliki segala sesuatu dan sebagai Penciptanya. Lalu bagaimana pantas Zat yang menciptakan akan memiliki kesamaan dengan dan kesetaraan serta tandingan dari makhlukNya, atau dia memiliki pembantu dekat yang selalu dekat denganNya. Maha Suci Allah dan Maha Tinggi.
C. Isi Kandungan Surat Al-Ikhlas Ayat 1-4
Di antara surat Al-Qur’an yang sering terdengar pada pendengaran kita dan sangat perlu untuk direnungkan dan fikirkan adalah surat Al-Ikhlas. Dari Anas ra menceritakan seorang lelaki dari Anshor mengimami masyaraktnya di mesjid Quba. Dan setiap kali dia kali membaca surat tertentu di dalam shalatnya maka dia selalu membukanya dengan:
”   ” Sehingga begitu selesai membaca surat Al-Ikhlas maka barulah dia melanjutkannya dengan membaca surat yang lain. Dan hal tersebut dikerjakannya pada setiap rekaat dari shalat. Para shahabat yang lain berkata kepadanya: Sesungguhnya engaku selalu membuka bacaanmu dengan surat ini kemudian engkau melihat bahwa bacaan shalatmu tidak sempurna sehingga engakau menambahkannya dengan surat yang lain, sebaikan anda membaca surat ini (Al-Ikhlas) atau engkau meninggalkan membacanya dan menggantikannya dengan surat yang lain. Imam tersebut menjawab: Aku tidak akan meninggalkannya. Maka jika kalian senang aku sebagai imam kalian dalam shalat dan tetap membaca surat tersebut maka saya tetap menjadi imam. Namun jika kalian tidak menyenangi tindakan saya itu maka aku akan meninggalkan kalian, dan mereka melihat bahwa orang tersebut adalah pribadi yang paling baik di antara mereka dan mereka tidak suka jika ada orang lain selain dirinya mengimami masyarakat. Lalu pada saat mereka datang kepada Nabi saw merekapun memberitahukan tentang tindakan imam mereka. Maka Nabi saw bertanya kepadanya: Wahai fulan!, apakah yang menegahmu melakukan apa yang diperintahkan oleh para shahabatmu, dan apakah yang mendorongmu untuk selalu membaca surat ini pada setiap raka’at?. Imam tersebut menjawab: Aku mencintainya. Di dalam sebuah riwayat disebutkan: Sebab surat tersebut mengandung sifat Allah Yang Maha Penyayang. Lalu Rasulullah saw bersabda: Cintamu kepada surat tersebut memasukkanmu ke dalam surga”.
Dari Abi Sa’id Al-Khudri ra berkata: Nabi saw berkata kepada para shahabatnya: Apakah salah seorang di antara kalian merasa tidak mampu membaca sepertiga Al-Qur’an pada setiap malam?. Maka hal ini menyulitkan bagi para shahabat, lalu mereka bertanya: Siapakah di antara kita yang mampu melakukan hal tersebut wahai Rasulullah?. Maka Nabi saw bersabda: (الله الواحد الصمد) adalah sepertiga Al-Qur’an. Dan Nabi saw menjadikan surat ini sebagai penawar ditambah dengan surat-surat yang lain. Dan semua ayat-ayat Al-Qur’an adalah penawar bagi penyakit.
Dari Aisyah ra bahwa apabila Nabi saw akan beranjak tidur pada setiap malamnya maka beliau mengumpulkan kedua telapak tangannya lalu meniup pada keduanya:
    
    
   •• 
Kemudian beliau mengusap bagian jasad yang bisa dijangkau dengan tangannya, mulai dari kepala, wajah dan bagian depan jasad beliau, dan beliau mengerjakan hal tersebut selama tiga kali.
Di antara pelajaran yang bias dipetik dari surat di atas adalah:
1. Menetapkan keesaan Allah swt dan bantahan terhadap orang-orang Yahudi dan Nashrani yang menjadikan bagi Allah anak. Allah swt berfirman:
      •                     
“Orang-orang Yahudi berkata: "Uzair itu putera Allah" dan orang-orang Nasrani berkata: "Al masih itu putera Allah". Demikianlah itu Ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Dilaknati Allah mereka , bagaimana mereka sampai berpaling?” (QS. Al-Taubah: 30)
2. Surat ini mengandung nama Allah yang agung, yang jika seseorang dengannya niscaya dia akan dipekenankan dan apabila dia berdo’a maka do’anya akan dikabulkan.
Dari Abdillah bin Buraidah dari Bapakanya ra bahwa Nabi saw mendengar seorang lelaki berdo’a:
اللهم إني أسألك أني أشهد أنك أنت الله لا إله إلا أنت الأحد الصمد الذي لم يلد ولم يولد ولم يكن له كفوا أحد
(Ya Allah sesungguhnya aku memohon kepadaMu, karena sesungguhnya aku bersaksi bahwa Engkau adalah Allah yang tiada tuhan yang berhak disembah selain Dirimu Yang Maha Esa, Yang bergantung kepada Dirimu segala sesuatu, yang tidak beranak dan tidak pula diperanakkan dan tidak ada seorangpun yang setara denganNya). Maka Nabi saw bersabda setelah mendengar munajat orang tersebut: Sungguh engkau telah memohon kepada Allah dengan namaNya yang apabila engkau bertanya dengannya niscaya Dia akan memperkenankan permohonanmu dan jika engkau berdo’a dengannya maka Dia pasti menerima do’amu”.
3. Disunnahkan untuk dibaca ketika hendak tidaur malam, sebgaimana yang dijelaskan di dalam keseharian prilaku Rasulullah saw, dan dianjurkan juga membacanya baik pada waktu pagi dan petang sejumlah tiga kali.
Dari Abdullah bin Hubaib ra berkata: Kami keluar pada malam yang gelap lagi hujan lebat untuk mencari Rasulullah saw agar beliau berkenan bersama kami lalu kamipun mendapatkan beliau saw: maka beliau bersabda: Apakah kalia telah mendirikan shalat”. Namun aku tidak menjawab apapun. Maka Nabi saw berkata kepada kami: katakanlah!. Namun aku tidak mengatakan sesuatu apapun. Kemudian beliau kembali berkata: Kataklah!, Namun aku tidak menjawab sesuatu apapun. Kemudian beliau kembali berkata: Kataklah!, lalu aku bertanya: Apakah yang semestinya aku katakana?. Beliau bersabda: Katakanlah:
(قل هو الله أحد) dan Al-Mu’awwidzataini (al-falaq dan an-nas) pada saat pagi dan petang tiga kali maka dia menjagamu dari segala sesuatu”.
Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam dan shalawat serta salam kepada Nabi kita Muhammad, kepada keluarga dan seluruh para shahabatnya.
D. Kesimpulan
Dari Abdullah bin Habib berkata, “Kami keluar ketika hujan malam hari untuk meminta nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam memimpin kami shalat, maka kami pun berjumpa.
Dia berkata, “Bicaralah”. Aku tidak mengucapkan sepatah kata pun. Kemudian Aku berkata, “Wahai Rasulullah, Apa yang harus aku ucapkan?”. Dia berkata, “Ucapkanlah qul huwallahu ahad dan muawwidzatain setiap pagi dan petangtiga kali, maka cukup untukmu segala sesuatu”. (riwayat Tirmidzi, katanya, “Hadits hasan shahih”).
Ahad adalah yang esa tidak memiliki sekutu. As-Shamad ialah Yang setiap makhluk bergantung kepada-Nya disegala kebutuhan, yanag menjadi kesempurnaan dari sifat yang agung.
Ucapan ahad menafikan pasangan dan yang menyerupainya. Ucapan shamad menetapkan kesempurnaan sifatnya. Ucapan “Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan” menafikan kebutuhan sahabat dan saudara. Ucapan “dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia” nafikan sekutu dalam kesempurnaan-Nya.
E. Daftar Pusstaka

 Tim Tashih Departemen Agama RI, 1991, Al-Qur’an dan Tafsirnya, Yogyakarta: PT.Dana Bhakti Wakaf UII.
 Manna Khalil Al-Khattan, 1996, Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur.an, terj. Mudzakir AS, Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa.
 Abd. Wahab Khallaf, 1996, Ilmu Ushul Al Fiqh, terj. Masdar Helmy, Bandung: Gema Risalah Press.
 Rifa’I, Nasib, 1999, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, Jakarta: Gema Insani Press.

Leave a Reply

Labels